Rabu, 03 Februari 2010

0002. Wahyu SAPTA DARMA.


Kegelapan yang menyelimuti dunia.
Medan laga (peperangan), kecelakaan, sakit, dan bencana alam yang berupa gempa bumi, banjir, angin topan dan lainnya, semuanya menimbulkan banyak kematian pada orang laki-perempuan, tua-muda. Begitu pula kematian di usia tua, semuanya menambah jumlah orang yang mati.
Tidak seluruh nyawa yang mati bisa kembali disisi Hyang Maha Kuwasa di alam langgeng. Kebanyakan menetap di alam halus, sedangkan yang lainnya mungkin berada dialam wadag misalnya diguwa-guwa, dirumah yang terbengkelai, pada pepohonan atau kayu kering dihutan, malahan ada yang menempel pada hewan.

Semua kejadian itu membuat suasana kegelapan dalam kehidupan manusia.
Suasana kegelapan mengganggu upaya mencari penghasilan sehari-hari,membuat kemelaratan dan kesusahan dalam kehidupan.
Keprihatinan mendalam diiringi terus menerus mohon berkah pada Hyang Maha Kuwasa yang dilakukan oleh Pak Arjo Sopuro ini seolah membuat jalan bagi turunnya wahyu sujud Sapta Darma di bulan Desember tahun 1952, tanggal 27 , yaitu malam Jum'at Wage.
Turunnya wahyu sujud ini, sebelumnya diikuti tanda-tanda yang dicatat dalam ingatan para mitra Pak Arjo Sopuro.

Para pembaca yang hamba hormati,
Wacana diatas itu yang hamba pahami dalam hal meneliti mengenai awal muasal kehendak Hyang Maha Kuwasa menurunkan wahyu sujud pada Pak Arjo Sopuro.
Wahyu sujud disusul turunnya wahyu racut pada tanggal 13 Pebruari 1953 yang diakhiri dengan turunnya wahyu Simbol Pribadi, Wewarah Tujuh dan Sesanti pada tanggal 12 Juli 1954 sekitar jam 10.00 pagi hari.

Perjanjian dengan Hyang Maha Kuwasa.
Setelah menerima turunnya wahyu Simbol Pribadi, Wewarah Tujuh dan Sesanti, Pak Arjo beserta para mitranya baru mengerti bahwa semua hal yang telah terjadi bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi sudah menjadi kewajiban yang harus diwartakan kepada seluruh manusia diseluruh dunia.

Menjalankan tugas awal
Mengawali tugas ini, Pak Arjo menerima perintah untuk menyembuhkan orang-orang yang sakit di Pare dan desa-desa sekitarnya.
Dalam menjalankan tugas ini, Pak Arjo kadang menolak, tidak mau menjalankan, karena merasa punya kewajiban sendiri dalam rumah tangga. Selain itu juga mempunyai pikiran ragu-ragu, "Jangan-jangan nanti akan begini atau begitu . . . "

Bila dalam pikirannya tersirat hal demikian, lantas mogok. Tak mau keluar rumah. Para mitranya menunggu kehadirannya diluar.
Pada saat itu, tiba-tiba, tanpa mengetahui dari mana asalnya, Pak Arjo melihat kedatangan dua orang mendekatinya. Kedua orang itu kemudian melakukan penyiksaan dengan cara memukuli mulutnya. Pak Arjo menjerit-jerit kesakitan, kemudian berteriak "Panggilkan Pak Kemiiii !!!. Lihat ini aku dipukuli orang-orang". Demikian ini diteriakkan berkali-kali. Para mitranya gugup bercampur heran. Disitu tak tampak kehadiran orang lain. Yang terjadi adalah Pak Arjo memukuli mulutnya sendiri dengan kedua belah tangannya.

Setelah Pak Kemi datang, Pak Arjo kemudian berseru "Aku sanggup menjalankan perintah Hyang Maha Kuwasa". Setelah berkata demikian, suasana kembali tenang. Pak Kemi sebagai saksi ucapan janji tersebut. Ternyata dua buah gigi Pak Arjo rontok akibat pukulan itu.


free countersemail: warga.saptadarma@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar